Jumat, 11 Januari 2013

"Secarik Kertas No Ujian sang Super Hero"

0 komentar
   Hari ini adalah hari pertama aku melaksanakan Ujian akhir Semester. Seperti biasa, walau aku bangun amat pagi mendahului kokokan ayam, aku tetap berangkat pukul 06.45 WIB. Suara nyanyian cacing-cacing perut yang tak pernah diam, membuat aku berjalan menuju pasar untuk setiap harinya. Setelah makan, aku tenteng tas coklat ku di punggungku. Seperti biasa, bak seorang artis yang berbicara dan berlagak seperti orang sip didepan kaca lemariku. “Aku pasti bisa”, itulah yang sering aku katakan sebelum ku langkahkan kakiku di depan pintu. Dengan sepeda tuaku, aku menyusuri lorong tempat aku mencari jalan tembus agar aku tidak telat. Jalan ini bagaikan saksi hidup antara aku dan si tua (sepeda
butut yang berumur 8 tahunan).
   Sesampai di tempat parkir, aku sering melirik kakanan. Ya, tempat parkir yang ada atapnya, tapi bukan parkiran sepeda ontel seperti sibutut melainkan parkiran untuk sepeda gagah berminumkan cairan yang di keluarkan dari perut bumi. Kenapa ya, si perusak alam malah di kasih tempat senyaman surga padahal si butut tua ini gak pernah tuh ngerusakin alam sampai desa Siring mengalami pendarahan terus, pikirku. Ini memang benar-benar tak adil. Setelah meninggalkan tempat parkir, aku pun masuk dengan wajah tidak jelas dan duduk pada kursi yang bernomor 18. Nomer-nomer ujian ini seperti pohon yang melihat segerombolan perampok yang sedang merampok, tdak ada fungsinya apa-apa. Teman-teman juga masih mencontek antar sesama geng.     Bagaikan sebuah peribahasa “Pucuk dicinta ulampun tiba”, kulihat segerombolan kawan yang telah membuat taktik dan serangkaian strategi untuk mengelabuhi dosen sudah dibuat dengan alur posisi duduk yang rapi agar mudah dalam menjalankan sebuah missi sehidup semati. Ya, hampir sama lah kayak pahlawan zaman dahulu yang melakukan strategi perang, mungkin kayak strategi mau perang gerilya atau pemberontakan di Aceh atau mungkin strategi untuk menyegerakan proklamasi kemerdekaan. Hihihi. Apapun itu, sebenarnya tidak etis bagi seorang calon guru.  Sebenarnya aku nangis darah, dan dalam hatiku berdoa. Ya robb, apakah tidak ada system yang mampu membiasakan seseorang berbuat jujur. Dunia sekarang tidak butuh orang pandai, tapi butuh orang yang jujur. Setelah jam menunjukkan tepat pukul 07.00 WIB dosen menyuruh kami semua keluar dan ternyata posisi duduk kita di acak. Sesuai dengan nomor yang diberikan. Alkhamdulillah Allah SWT mendengarkan doaku selama ini.   Kini, secarik kertas bernomor sudah tidak menjadi sebatang pohon lagi, melainkan superhero yang membuat manusia menjadi lebih baik. Kini teman-temanku menjadi lebih mandiri dan jujur. 

0 komentar:

Posting Komentar